Sabtu, 25 Mei 2013

[FanFiction] Futari nori no jitensha

 
Bruum…mobil honda Jazz biru melintasi jalanan protokol Jakarta dari arah Senayan.
“Udah lah! Kita putus aja! Twitter kamu sudah aku unfollow! Pokoknya kalau kamu nggak berubah, aku minta putus!” Mitha meluapkan emosinya di samping Goro. Goro masih mengunci rapat mulutnya, tak ingin perang dunia asmaranya berlanjut dengan Mitha. Namun Mitha terus mengagresi hatinya, memancing-mancing agar Goro berbicara sesuatu. Mengiyakan untuk putus, atau memberikan penjelasan tentang apa yang terjadi selama tiga bulan terakhir.
Mata Goro masih mencoba fokus untuk melihat jalanan yang ada di depannya. Mobil yang disetirnya sengaja dia lambatkan. Dia berharap bisa mencuri sela agar bisa mencari momen yang tepat untuk menjelaskan sesuatu ke Mitha, pacar yang sudah menemaninya selama satu tahun lebih. Atau mungkin resminya baru enam bulan, karena Mitha baru merubah status in relationship-nya di facebook enam bulan setelah mereka jadian. Anak muda jaman sekarang, pacaran akan menjadi afdol jika status facebook keduanya sudah sama-sama in relationship.
Jalanan Jakarta sudah sedikit lengang. Jam sudah menunjukkan pukul sembilan di malam minggu yang sedikit mendung. Mendung seperti suasana yang ada di dalam mobil Goro.
Kamu itu nggak pernah ngerti perasaan aku. Aku coba sms kamu, aku bbm kamu, aku telepon kamu. Aku terus yang selalu punya inisiatif. Tapi kamu nggak pernah nanggepin serius.” Muka Mitha semakin ditekuk. Wajahnya sudah seperti kain sutera lusuh. Dilematis. Kalau dibiarkan, akan lusuh, tidak enak dilihat. Tapi jika diseterika terlalu lama, kain itu akan gosong. Itu pula yang dirasakan Goro. Dia ingin membiarkan saja Mitha meluapkan emosinya, tapi lama kelamaan dia tak tahan. Tapi, jika dia mencoba menghaluskan muka Mitha, jangankan mengelus pipinya dalam kondisi saat ini. Menyela pembicaraannya saja, bisa-bisa suasana akan semakin gosong.
“Coba kamu bayangin. Sejak kamu punya hobi baru, setiap weekend kamu lebih milih jalan ke tempat itu. Bahkan buat kita jalan di malem minggu aja, kamu kayak ogah-ogahan. Giliran kamu ke tempat itu, kamu semangatnya minta ampun. Kamu ini nyadar nggak sih kalo kamu punya pacar?” Wajah Mitha tampak makin serius. Hatinya seperti ditusuk-tusuk duri. Tapi tumpul.
Aku masih sayang sama kamu kok.” Ucap Goro lirih. Matanya tak menatap Mitha. Antara perasaan takut dan ragu-ragu. Takut jika dia menatap Mitha, kejadian akan seperti di dalam sinetron FTV ketika sepasang muda-mudi bertengkar di dalam mobil, sang pria menanggapi serius perkataan perempuan, lalu dia menatap kekasihnya, dan dia kemudian hilang konsentrasi menyetir. Nabrak. TRAGIS!
Goro juga ragu-ragu ingin menatap Mitha. Ragu-ragu apakah mukanya sekarang seperti pria jantan yang punya alasan jelas atas apa yang dia lakukan, atau bertampang pria metroseksual yang ketika dibentak oleh perempuan, hatinya menciut.
Masih sayang? Kamu masih sayang sama aku? Omong kosong! Kamu lebih sayang sama Melody! Kamu lebih milih liat Melody manggung ketimbang aku! Apa itu yang namanya sayang?” Mitha semakin meradang dengan alasan Goro.
Goro terhenyak dengan jawaban Mitha. Dia mengerem mobilnya mendadak. Dia sudah tak tahan ingin menatap Mitha yang sedang emosi.
Beb, kamu? Emang manggung dimana?” Tanya Goro belagak polos sambil menatap Mitha memelas.
Kini giliran Mitha yang menatap Goro. Keduanya saling menatap. Goro menatap dengan wajah memelas, Mitha menatap Goro dengan wajah emosi.
KAMU JAHAT! KAMU NGGAK PERNAH NGERTI PERASAAN AKU!” Teriak Mitha dalam mobil. Goro tersentak. Tak ingin adegan emosional berlanjut, dia kembali menatap ke arah jalan, dan menjalankan mobilnya di jalan protokol jakarta, melewati kawasan bundaran HI menuju kawasan kuningan, rumah Mitha.
Udahlah! Kita putus aja! Kamu udah jahat! Turunin aku di sini!” Ucap Mitha tegas.
Turunin kamu di sini? Beb, ini udah malem beb.” Kata Goro datar.
Aku nggak mau jalan sama orang yang nggak bisa ngerti perasaan aku. Stop mobilnya sekarang! Aku mau turun di sini!” Kata Mitha emosi sambil terus menatap serius muka Goro.
Goro mengerem agak mendadak mobilnya. Beberapa detik kemudian, mobil berhenti.
Mitha berubah ekspresi. Antara emosi dan kesal. “Kamu beneran mau nurunin aku? Kamu bener-bener ya! Cowok nggak berperasaan! Kamu jahat! Jahat! Jahat!” Ucap Mitha sambil menangis, kini tangannya memukul-mukul pundak gempal Goro.
Beb….ini lampu merah. Kalo aku jalan terus, ntar ditilang polisi.” Ucap Goro datar.
Bleg!
Mitha terdiam. Tangannya tang beberapa saat lalu memukul-mukul pundak Goro kini menjadi melemah.  Mitha terdiam.Kembali merapihkan duduknya. Matanya kini menghadap depan. Menatap lampu-lampu jalan yang berjajar di jalan Jendera Sudirman Jakarta. Saat melewati patung jenderal sudirman, Mitha seperti melihat patung yang tadinya sedang posisi hormat, kini menjadi seperti sedang mengelap keringat di dahi dengan tangan kanannya. Mungkin jika patung jenderal sudirman itu bisa melihat tingkah Mitha barusan, sang jenderal bisa berkata,”Capek deh…”
Mitha kini terdiam. Goro juga terdiam. Suasana terpecah ketika ponsel dari tas Mitha membunyikan sebuah lagu, petikan gitar. Petikan gitar yang tak asing lagi buat Goro.
“Ah…mungkin bagi dirimu. Hanya teman sekelas saja. Yang jalan, pulangnya….” sebuah telepon masuk. Dari nomor rumah Mitha.


“Hallo!” Angkat Mitha.
Goro tak mendengar jelas siapa yang menelepon Mitha. Tapi dia kini bisa tersenyum. Menemukan celah untuk menahan agresi asmara yang dilancarkan Mitha.
Iya mah. Ini udah pulang ke rumah kok. Setengah jam lagi sampe.” Kata Mitha pada penelepon.
Iya. Sama Goro kok. Yaudah ya mah..” Lanjut Mitha. Lalu beberapa saat dia menutup teleponnya.
Suasana kembali hening. Sesekali mobil honda Jazz biru milik Goro disalip oleh bus kota, sepeda motor, dan mobil lain. Sesekali Goro melirik Mitha, memastikan apakah ini momen yang tepat untuk melakukan sesuatu. Jika di adegan FTV, mungkin fase ini adalah fase dimana sang Pria bisa mendapatkan kesempatan untuk menjelaskan sesuatu kepada sang perempuan, sepik-sepik dikit, lalu ciuman. ASTAGHFIRULLAH…
JANGAN MIKIR MESUM!
Goro kini memberanikan diri untuk berkonsentrasi nyetir sambil sesekali menatap Mitha.
Beib, kamu masih nyimpen lagu itu?” Tanya Goro membuka obrolan.
Lagu yang mana?” Mitha mencoba jutek, berpura-pura tidak mengerti, padahal dia paham benar maksud Goro. Penyakit perempuan, jika sedang dalam keadaan terdesak, dia lebih memilih untuk berpura-pura tidak tahu.
Goro terdiam. Kini tangan kirinya yang bergerak ke arah pemutar musik di mobilnya. Dipencetnya beberapa tombol, lalu terputar lagu yang sama, petikan gitar, lalu muncul suara seorang pria menyanyikan lagu diiringi gitar.
Don’t stop jangan hentikan. My love selama-lamanya.
“Ini lagu yang aku kirim pas kamu ulang tahun ke 21 waktu itu. Ini juga lagu yang bikin kita jadian.” Jelas Goro. Atau lebih tepatnya mengingatkan Mitha.
Mitha masih terdiam. Tapi hatinya bercampur perasaan kesal, malu, dan ingin tersenyum.
Kalau nggak ada lagu ini, mungkin kita belum jadian. Aku nggak berani bilang cinta ke kamu waktu itu. Aku paling inget, waktu kita jaman SMA dulu, kita sering bersepeda berdua. Liat langit biru. Cerita soal masa depan. Itu momen kita yang paling aku inget.” Kata Goro halus, sambil tetap menyetir mobilnya. Kini mobil Goro sudah mengarah ke sebuah perumahan di kawasan Kuningan.
Aku yakin kamu sadar kalo lagu ini kita banget.” Lanjut Goro.
Terus apa hubungannya kamu setiap weekend lebih milih nonton idol group itu ketimbang dinner berdua sama aku?” Tanya Mitha. Kini bahasanya tak seemosional sebelumnya.
Ya…lagu yang aku nyanyiin buat kamu itu salah satu lagu yang dinyanyiin sama mereka. Aku ngerasa kalau aku bakal bisa inget tentang kita setiap denger lagu itu.” Jelas Goro.
Emang nggak bisa beli Cdnya? Nggak bisa dengerin musik tanpa harus kesana?” Tanya Mitha.
Aku pengennya juga gitu. Tapi sampe sekarang mereka belum rilis lagunya. Hehehe…” Kata Goro, kini mereka menjadi lebih rileks. Goro berpikiran, Mitha akan berpikir kembali atas keputusannya.
Aku sebenernya pengen ngajak kamu nonton mereka malem ini. Dan aku bakal ngejelasin ini di teater. Tapi kamu justru ngambek duluan pas Melody lewat di depan kita tadi.” Kata Goro lagi. Kini dia kembali menghentikan mobilnya. Tepat di halaman rumah Mitha.
Kamu nggak pernah ngasih penjelasan itu ke aku.” Kata Mitha. Kini dia sambil melepas sabuk pengamannya. Dan mencoba beranjak dari mobil.
Goro merasa kentang. Tidak ada kepastian yang didapatnya. Diraihnya tangan kanan Mitha dari duduknya.
Beib…..” Panggil Goro begitu dia meraih tangan Mitha yang akan beranjak dari mobilnya. Adegan ini akan lebih berasa jika membaca sambil membayangkan adegan slow motion film Ada Apa Dengan Cinta, ketika Nikolas Saputra sedang beradegan dengan Dian Sastro.
Mitha menoleh ke arah Goro. Namun Tangan Kirinya tetap membuka pintu mobil. “Apa?” Tanya Mitha ringkas.
Kita nggak putus kan? Janji deh aku bakal lebih merhatiin kamu.” Kata Goro tersenyum.
Mitha melepas genggaman tangan Goro. Di adegan ini, para pembaca berpikiran mesum bakal kecewa karena tidak ada adegan ciuman, apalagi adegan lebih dari ciuman. Tabok-tabokan misalnya.
Mitha keluar dari mobil Goro. Wajahnya kini menyimpulkan senyuman. Namun sengaja tak dilihatkan ke arah Goro.
Udah sana kamu pulang. Jangan lupa berdoa. Ati-ati di jalan. Nggak usah nganter aku sampe dalem rumah. Biar ntar aku yang bilang ke mamah.” Ucap Mitha, kembali mengeluarkan kecerewetannya.
Goro melemaskan pundaknya. Tidak ada kata “I love you” di akhir pertemuan mereka di malam minggu kali ini. Mobilnya perlahan ia jalankan, menjauh dari rumah Mitha. Dia merasa perjuangannya tidak akan sia-sia menjaga cinta terhadap gadis yang memang dia cintai. Dan Goro juga yakin, Mitha bukan gadis yang akan mengambil keputusan sesaat secara emosional.
Tak berapa lama Goro keluar dari kompleks rumah Mitha, ponselnya berbunyi. Sebuah notifikasi dari aplikasi twitternya muncul. Goro mengerutkan dahinya. Dihentikannya mobil sesaat di pinggir jalan.
Goro ingin meyakinkan kembali bahwa tulisan yang dibacanya benar. “ @Mithonosica is now following You” . Tiga kali lebih Goro membacanya. Tak mau melewatkan kesempatan, lalu Goro mengetikkan direct message ke akun yang baru saja memfollownya.
“Thanks for your trust to me. I will always loving you, Mitha.” Tulis Goro dalam direct message itu. Lalu dia kembali menyetir mobilnya, melintasi jalanan protokol Jakarta.
Don’t stop Jangan hentikan
My love S’lama-lamanya
Tolong Biarkanku lewat seperti ini
Go to Ke mana-mana
Heaven bila denganmu
Ku ingin terus berlari Cause l’m loving you!
Share this post
  • Share to Facebook
  • Share to Twitter
  • Share to Google+
  • Share to Stumble Upon
  • Share to Evernote
  • Share to Blogger
  • Share to Email
  • Share to Yahoo Messenger
  • More...

0 komentar:

Posting Komentar